Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2025

Satu Dekade Bersama Abu

Gambar
Hari ini, aku ingin menuliskan sesuatu yang begitu berarti buatku. Tentang sosok kecil berbulu yang sudah menjadi bagian dari hidupku dan keluargaku selama hampir satu dekade. Namanya Abu. Seekor kucing abu-putih yang bukan sekadar hewan peliharaan—dia adalah teman, sahabat, dan keluarga. Abu hadir di hidup kami karena sebuah takdir indah. Saat itu, adikku, Aqra, menemukan beberapa anak kucing yang dibuang orang di pinggir jalan. Di antara mereka semua, hanya satu yang langsung nurut dan diam di pelukan adikku. Dialah Abu. Sejak saat itu, kami membawanya pulang dan sejak hari pertama, Abu seperti tahu bahwa rumah kami adalah rumahnya. Aku dan keluargaku membesarkan Abu bersama-sama. Kami menyayanginya sepenuh hati, dan dia pun tumbuh dalam lingkungan yang penuh cinta. Terutama papahku, yang sangat menyayangi Abu. Abu sering duduk di dekat papah saat beliau bersantai di rumah, dan mereka seperti punya bahasa sendiri untuk saling memahami. Hari ini, saat Abu dimakamkan, aku melihat sendi...

When Trust Becomes a Gamble, Again

"Punya trauma dan trust issue itu menakutkan. Tapi yang lebih menakutkan? Saat kita sudah mulai percaya, lalu disakiti lagi." Ada luka yang tak terlihat oleh mata, tapi terasa dalam sekali di hati. Saat seseorang pernah melukai kepercayaanmu, rasanya sulit untuk membuka diri lagi. Tapi kamu mencoba. Dengan hati-hati, kamu biarkan seseorang masuk, karena kamu berharap... Mungkin kali ini berbeda. Namun kenyataannya tak selalu seindah harapan. Ketika kejadian yang sama terulang, rasanya seperti jatuh di lubang yang sama. Dan kamu mulai bertanya, "Apa aku salah karena percaya?" Jawabannya: tidak. Percaya adalah keberanian. Berani membuka hati meskipun pernah hancur sebelumnya. Dan itu bukan kelemahan—itu kekuatan yang tak semua orang punya. Seseorang yang sudah pernah terluka, namun tetap memilih untuk mencintai lagi, adalah orang yang paling berani. Aku tahu... disakiti untuk yang kedua kali bukan hal yang mudah. Luka lama kembali terasa. Dan kamu mulai berpikir untuk...

Pola Asuh, Kuasa, dan Luka yang Tak Terlihat; Anak Nggak Butuh Ditakuti, Mereka Butuh Dimengerti

Beberapa minggu lalu, aku nonton film "Pengepungan di Bukit Duri" bareng temen-temen dan mutusin buat rewatch lagi biar temen-temen ku yang belum nonton juga wajib nonton hahaha. Honestly, awalnya aku pikir ini cuma bakal jadi film aksi dengan bumbu sosial yang "sekadarnya" aja. Tapi ternyata, film ini tuh bukan cuma nendang dari sisi ketegangan, tapi juga bikin aku diem sejenak dan mikir, deep banget. Jadi ceritanya tentang seorang guru pengganti yang masuk ke sekolah dengan murid-murid yang katanya "bermasalah". Tapi yang aku rasain justru sebaliknya—yang bermasalah tuh bukan anak-anaknya, tapi sistem yang ngebentuk mereka. You know what I mean? Film ini tuh kayak ngajak kita buka mata soal betapa kerasnya realitas yang dihadapi remaja zaman sekarang. Dan somehow, aku ngerasa ini relate banget sama kehidupan kita. Kita tumbuh di lingkungan yang seringkali masih percaya kalau anak tuh harus patuh total sama yang lebih tua. Titik. Udah, nggak bisa debat....

Finding My Safe Place in a Noisy World

Ternyata, it’s true—finding the right listener means a lot. Karena bahkan orangtua sendiri nggak selalu bisa jadi tempat pulang dalam hal ini. Mencari orang yang baik itu mungkin gampang. Tapi nyari seseorang yang truly gets you, yang gets your vibe, your thoughts, your silence—that’s rare. I genuinely respect people yang peka sama detail kecil dari diri kita. Yang nginget hal-hal random tapi penting buat kita, kayak “kamu suka kopi tapi gak suka pahit”, atau “kamu pernah bilang hari Rabu itu hari paling berat”. It feels like, whoa, you actually listen to me. That kind of presence hits different. Bikin kita ngerasa dihargai, ngerasa berarti. Kadang kita nggak butuh solusi. We just need someone who says, “I’m here. I got you.” Kehadiran yang tulus itu priceless. Kita cuma pengen cerita tanpa dibilang drama, tanpa dibanding-bandingin, tanpa dibilang "cuma segitu doang masalahnya?" Ada saat-saat di mana kita merasa invisible. We talk, but no one listens. We cry, but people think...

Catatan Kajian: Abdullah bin Umar bin Khattab – Teladan dalam Meneladani Rasulullah ﷺ

Bismillah... Profil Singkat Nama lengkap: Abdullah bin Umar bin Khattab Ayah: Umar bin Khattab, khalifah kedua dalam Islam Kelahiran: Sekitar 10 tahun sebelum hijrah Keutamaan: Dikenal sebagai sahabat yang sangat teliti dalam mengikuti sunnah Nabi Di antara para sahabat Nabi Muhammad ﷺ, terdapat seorang pemuda yang sangat istimewa. Ia bukan hanya anak dari seorang khalifah besar, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, namun juga dikenal karena kezuhudan, ketelitiannya dalam meneladani sunnah, serta ketaatannya yang luar biasa kepada Allah dan Rasul-Nya. Dialah Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhuma. 1. Masa Muda yang Penuh Cahaya Abdullah bin Umar lahir sekitar sepuluh tahun sebelum hijrah Nabi ﷺ ke Madinah. Sejak kecil, ia tumbuh dalam didikan seorang ayah yang tegas, adil, dan sangat cinta kepada Allah. Ketika Islam mulai berkembang, Abdullah telah ikut memeluk Islam bersama ayahnya dan mulai menyertai Nabi dalam berbagai peristiwa, meski pada awalnya belum diizinkan ikut p...